Beragam pandangan bermunculan pasca terbentuknya Kabinet Indonesia Maju. Ada yang menilai pmerintahan Presiden Jokowi periode kedua akan menghadapi banyak tantangan dan ada juga sebaliknya.
Demikian pendapat yang mengemuka dalam diskusi publik “Kabinet Indonesia Maju dan Pekerjaan Rumah (PR) Bangsa” di Media Center DPR RI Senayan Jakarta, Rabu, (30/10/2019).
Diskusi tersebut menghadirkan nara sumber Pengamat Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Nasdem Arkanata Akram dan Peneliti Politik CSIS Arya Ferdandez.
Bhima Yudhistira mengatakan, Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 merupakan “kabinet obesitas” atau penyakit kegemukan, karena Presiden Jokowi terlalu banyak mengakomodir kepentingan partai politik dengan mengangkat politisi menjadi menteri di bidang ekonomi.
“Kenapa kita sebut ‘kabinet Obesitas’, tumpukan lemak, dalam artian tekanan dari parpol begitu kuat, sehingga pos yang seharusnya diisi oleh profesional diisi oleh kalangan politisi yang tak memiliki background ekonomi,” tutur dia.
Ditegaskannya, para menteri yang mengurusi bidang ekonomi semestinya dari kalangan profesional. Akibatnya nanti adalah kabinet ini tidak responsif terhadap perkembangan ekonomi global maupun ekonomi domestic. Padahal, ancaman resesi ekonomi global diprediksi terjadi tahun 2020.
“Kalau sudah begini, kasihan Sri Mulyani, karena Airlangga Hartarto selama menjadi Menteri Perindustrian kinerjanya buruk, malah diangkat lagi sebagai Menko Perekonomian. Bagaimana 100 hari ke depan?” pungkas Bhima.
Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem Arkanata Akram menilai kinerja Presiden Joko Widodo selama lima tahun terakhir ini sudah dinikmati rakyat. Khususnya di daerah pinggiran dan perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara), sesuai Nawacita Jokowi untuk membangun Indonesia dari pinggiran.
“Jadi, meski susunan Kabinet Indonesia Maju ini disebut-sebut mengejutkan, kita mesti optimis untuk memberikan kesempatan kepada mereka bekerja untuk rakyat sesuai visi presiden dan wakil presiden,” tegas Arkanata.
Penempatan Nadiem Makarim sebagai Mendikbud, itu adalah atas pertimbangan Presiden Jokowi atas sukses besar dia dalam membangun Gojek. Begitu juga mantan Gubernur Sulawesi Selatan Yasin Limpo yang sukses menangani masalah pangan, diberikan jabatan Menteri Pertanian.
“Presiden sudah mempertimbangkan potensi dan progres kerja seseorang. Kita apresiasi itu. Berpikir negatif justru tidak akan menjadikan orang produktif. Kita lihat potensi dan kekayaan bangsa ini. Soal apakah nanti akan ada reshuffle, serahkan ke Presiden Jokowi,” ungkapnya.
Di sisi lain Arya Fernandes mengatakan tidak perlu mengakomodir semua kemauan partai koalisi maupun non koalisi. Mengingat di periode keduanya ini, Jokowi dihadapkan pada kondisi yang kurang menggembirakan. “Ada RUU KPK yang kontroversial, demo mahasiswa, kerusuhan lokal Papua, dan lain-lain,” jelasnya.
Karena itu, Arya yakin jika dalam 100 hari atau di tahun pertama ada menteri yang tidak mencapai target, akan ada reshuffle kabinet. Pada periode sebelumnya Jokowi melakukan reshuffle tiga kali (2015, 2016, dan 2018). “Reshuffle karena Jokowi tidak happy dengan kinerja kabinetnya,” pungkasnya.