
Anggota Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih berharap Mendiknas Nadiem Makarim mampu menyelesaikan berbagai problem yang masih menghantui di bidang pendidikan. “Ini bukan sekedar kursi Menteri yang diduduki Nadiem Makarim, tetapi juga meja dengan setumpuk pekerjaan di depannya,” ujar Fikri di Jakata, Kamis (24/10/2019).
Ditegaskan Fikri, salah satu yang menjadi tugas berat Nadiem yang diamanahkan langsung oleh Presiden adalah peningkatan kualitas SDM, khususnya menghadapi dunia kerja.
Kemampuan dasar anak-anak harus dibangun, mulai dari pendidikan usia dini dan dasar. Terutama di bidang matematikan, literasi, dan sains, supaya menjadi pijakan bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan anak di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Itu, ditekankan Presiden mengacu pada data BPS per Agustus 2018 yang menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,99 juta orang, atau 5,34 persen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 131,01 juta jiwa. Dari jumlah itu, lulusan SMK menganggur tercatat 11,24 persen, sementara lulusan SMA 7,95 persen.
Melihat data tersebut, Fikri menilai ada target yang meleset dalam program pemerintah lima tahun ke belakang. Terutama terkait revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai solusi untuk menciptakan SDM siap kerja, sekaligus menekan angka pengangguran, justru malah lebih banyak menganggur ketimbang lulusan SMA,” ungkap Politisi Partai keadilan Sejahtera itu.
Fikri mensinyalir hal itu karena minimnya daya serap lapangan kerja yang cukup bagi lulusan SMK yang digenjot selama lima tahun terakhir. “Jumlah lulusan terus bertambah, tapi yang menyerap tidak ada, karena tidak ada koneksi, link and match antara kebutuhan di industri dengan jurusan yang tersedia,” papar dia.
Tantangan Mendikbud selanjutnya adalah, Direktorat SMK seharusnya punya data seberapa banyak jumlah kebutuhan industri, baru kemudian dibuka jurusan yang yang dibutuhka.
Selain masalah SMK, menurut Fikri masih terdapat kesenjangan kesempatan bersekolah dan menikmati infrastruktur pendidikan yang sudah digelontorkan APBN dalam lima tahun terakhir.
Data Panitia Kerja Sarpras pendidikan dasar & menengah di Komisi X DPR RI pada 2018 menemukan, masih terdapat 1,3 juta ruang kelas (75 persen dari total 1,8 juta) di seluruh Indonesia yang rusak.
Masalah pemerataan pun tidak kalah besar. Menurut data neraca pendidikan daerah 2016 oleh Kemendikbud, anggaran pendidikan dalam APBD hanya dianggarkan kurang dari 10 persen di 33 provinsi. “Bahkan di Papua hanya 1,4 persen,” tambah Fikri.
Padahal lanjut dia, perundangan mewajibkan alokasi anggaran pendidikan di daerah minimal 22 persen. Dan, itu semua kita belum bicara bagaimana kondisi di daerah 3T (tertinggal, terdepan , dan terluar).
Belum lagi soal jutaan anak putus sekolah. Data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) 2019 mencatat, saat ini masih terdapat 4,5 juta anak di Indonesia putus sekolah.
Bongkar pasang kebijakan di sektor pendidikan dalam lima tahun terakhir juga kerap meramaikan kontraversi di kalangan peserta didik dan masyarakat. Mulai dari isu penghapusan UN, penerapan Full day school, sampai metode zonasi pendidikan yang dikritisi banyak pihak.
“Setiap kali kebijakan settingnya bikin kontraversi, tidak ada sosialisasi dulu, jadi ke depan mutlak harus dihindari,” saran mantan guru ini.
Pekerjaan besar Kemendikbud lainnya terkait rencana strategis kementerian, yang tertuang dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. “ Rencana Induk, grand design Pendidikan kita belum ada. Belum jelas arah pendidikan kita berorientasi pada akademik, profesi atau vokasi?” ujar dia.
Terkait guru sebagai kunci pencetak SDM berkualitas, tiap tahunnya diperkirakan ada 70 ribu guru yang memasuki masa pensiun, sedangkan pemerintah masih menerapkan kebijakan ketat terhadap pengangkatan ASN. Selain itu, pemerintah daerah terus ditekan agar tidak mengangkat tenaga honorer baru.
Kebijakan ini dinilai saling bertentangan dengan kondisi lapangan, yakni kurangnya tenaga guru. Bahkan, mantan Mendikbud Muhajir menyarankan untuk memperpanjang masa kerja guru yang telah pensiun, ujar fikri.