Cakraline.com – Perlakuan represif dan kebijakan yang tidak manusiawi yang dilakukan pemerintah China terhadap etnis Uighur dan minoritas Muslim di Xinjiang, semakin membuat banyak negara dunia muak dan melakukan protes keras kepada Dewan HAM PBB.
Juli 2019 lalu 20 negara PBB termasuk Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Jerman mengirim surat kecamanan kepada Dewan HAM PBB. “Bahkan Desember ini DPR Amerika Serikat meloloskan RUU agar Gedung Putih mendapat kewenangan menjatuhkan sanksi kepada China,” ujar anggota DPD RI Fahira Idris melalui siaran persnya di Komplek Parlemen, Selasa (17/12/2019).
Ditegaskannya, sikap tegas negara-negara anggota PBB ini menjadi fakta yang tidak bisa diabaikan atas dugaan bahwa otoritas China menahan sedikitnya satu juta etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya secara sewenang-wenang dan mengabaikan HAM.
Ditegaskan Fahira, sudah saatnya Indonesia bersuara, bukan karena hanya Indonesia negara muslim terbesar di dunia, tetapi karena nilai-nilai kemanusiaan etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya diduga kuat sedang dinjak-injak.
“Sampai kapan Indonesia diam soal Uighur. Sementara dunia sudah mengecam. Ini bukan soal mencampuri urusan politik negara lain, juga bukan atas investasi China yang begitu besar di Indonesia, tapi ini soal kemanusiaan yang menembus dan melampui batas-batas negara,” tegas Fahira.
“Kita bangsa besar. Suara kita pasti di dengar. Persoalannya sekarang, Pemerintah berani, tidak untuk melakukan protes kepada pemerintah Cina?” tukas Fahira Idris lagi.
Menurut dia, sejak dibocorkannya dokumen penindasan etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya oleh Konsorsium Internasional Jurnalis Investigasi, gelombang protes dan kecaman terhadap dugaan pelanggaran HAM otoritas China dipastikan akan semakin meluas.
“Jika Indonesia masih terus diam, bukan tidak mungkin eksistensi Indonesia sebagai negara demokrasi dan berpenduduk muslim terbesar di dunia serta menjunjung tinggi penegakan HAM akan diabaikan bahkan dikucilkan komunitas internasional,” papar Fahira.
Dikatakannyaa, besanya investasi China di Indonesia harusnya dipandang sebagai ketergantungan China terhadap potensi ekonomi Indonesia, bukan malah sebaliknya yaitu ketergantungan Indonesia terhadap China. Indonesia tidak perlu ragu apalagi takut mendesak China menghentikan dugaan pelanggaran HAM itu.
Bahkan sebagai negara muslim moderat dengan berbagai pengalaman panjangnya, Indonesia harus bisa memberi pamahaman tentang Islam kepada China, sehingga kebijakan mereka terhadap etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya di Xinjiang tidak lagi bersifat represif, pungkas Fahira yang juga Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.