Cakraline.com. Jakarta. Salah satu kerinduan yang kerap melanda perantau Minangkabau adalah soal makanannya. Meskipun bertebaran rumah makan masakan Padang di Jakarta, tapi selalu ada yang dirindukan soal makanan kampung halaman.
Untuk itu datanglah ke Restoran Kampuang Minang, yang terletak di Jl. KH Mas Mansyur 88, Tanah Abang, Jakarta Pusat untuk menikmati hidangan Minang dengan cita rasanya yang lengkap.
Resep dan cara masak tradisional yang di sajikan dakam kondisi panas bagi setiap pengunjung, cara ini memang berbeda dibanding restoran Padang yang lainya.. ”Kita sajikan makanan dalam kondisi panas, sehinga pengunjung merasakan rasa yang berbeda. Kecuali rendang sebab butuh waktu tiga jam memasaknya, “ ujar Hendri alias Utiah.
Sabtu 30 Oktober 2021 kemaren Cakraline.Com, sudah merasakannya. Setiap pengunjung yang datang tidak disajikan makanan langsung, tetapi menunggu sekitar 15 menit. Sambil menunggu pesanan pengunjung disuguhkan hidangan ringan seperti, Kalikih (papaya) santan, pisang bakar santan atau minuman ringan.
Masakan Padang tidak hanya disukai perantau dari ranah Minang, tetapi juga warga Jakarta dan wisawatan mancanegara. Restoran Kampuang Minang yang sudah berdiri sejak 2011 lalu, sempat ditutup selama 5 tahun, namun sejak 6 bulan lalu sudah dihidupkan kembali.
”Namanya restoran kita memang harus sabar dikit nunggu. Rumah makan lain habis makan cepat-cepat pulang, Kampuang Minang beda dari yang lain,. “ tutur Utiah.
Kampuang Minang terletak dekat pusat belanja Tharmrin City dan pasar Tanah Abang. Hanya butuh waktu beberapa menit dari pusat perkantoran kawasan jalan Husni Thamrin, Bundaran HI dan Jalan Jenderal Sudirman.
Rumah gadang di bagian pintu utamanya, ruangan restoran yang lapang, dan musik Minang yang terus bersahutan membuat suasana Minang langsung dirasakan. Setiap akhir pekan atau hari libur selalu ada live musik musisi dalam membawakan lagu-lagu Minang di panggung yang berada di salah satu sudut restoran. Beberapa selebritis juga sudah dijadwalkan akan tampil bernyanyi di panggung tersebut.
Belum lagi deretan puluhan foto tokoh Minangkabau yang dipajang. Restoran ini juga terbuka jika ada yang ingin mengusulkan penambahan foto tokoh minang untuk dipajang.
Utiah mengaku terobsesi ingin membangun Kampuang Minang dikawasan Tanah Abang sebab banyak perantau minang berdomisili di daerah tersebut.
“ Kalau ada Kampung Ambon, Kampung Bali, China Town, maka inilah Kampuang Minang. Tempat berkumpulnya orang Minang dan oramg-orang yang ingin merasakan suasana Minang sesungguhnya,” kata Utiah, pemilik Kampuang Minang.
Pria asal Bukittingi dan pernah lama menetap di Jerman memang bermimpi orang Minang perantauan, khususnya di Jakarta, punya tempat berkumpul yang mengobati kerinduan pada kampung halaman. Karena itulah sudah 6 bulan ini secara bertahap ia mulai menata lahan seluas 1200 meter tersebut sebagai Kampuang Minang.
”Ke depan nggak hanya restoran. Segala hal tentang Minang ada di sini. Informasi, souvenir, oleh-oleh, dan semua tentang Minang ada di sini,” terang Utiah.
”Pokoknya nanti semua tentang Minang ada di sini. One stop Minang,” janji pria asal Bukit Tinggi ini.
Sekarang Utiah bersama sang istri sedang menguatkan suasana Minang itu dengan makanan dan minumannya. Puluhan hidangan khas Minang menurutnya ia sajikan secara khusus. Bahkan bumbu-bumbunya didatangkan secara khusus dari Sumatera Barat. ”Makanan kami sajikan dalam kondisi segar dan panas,” katanya.
Pilihannya bermacam. Ayam, goreng, ayam pop, berbagai jenis ikan, bebek dan telur yang diolah dengan cara dibakar, digoreng, dibalado, atau digulai. Ada juga sate, sup, nasi goreng dan mie goreng khas minang yang memiliki cita rasa sendiri.
Tak hanya makanan berat. Hidangan ringan khas seperti kalikih santan, katan durian, pisang bakar katan dan lainnya juga menjadi daya tarik restoran.
“Semua menu andalan. Cuma yang paling terkenal olahan ikannya karena menggunakan banyak bumbu sehingga sangat meresap. Juga Talua Barendo yang krispi. Dijamin ketagihan,” janji Utiah.
Meski disajikan secara khusus dengan restoran yang memberi kenyamanan sendiri bagi pengunjungnya, tapi harga yang ditawarkan cukup terjangkau.
“Harga seperti warung padang pinggir jalan. Dendeng sama nasi Rp25 ribu, kalau sama rendang Rp 24ribu. Hanya untuk ikannnya tahu sendirilah harganya di pasar juga sudah mahal,” jelas Utiah.
Karena itulah Utiah yakin Kampuang Minang bisa menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat Minang dan orang-orang yang tertarik pada budaya dan masakan Minang.
“Sudah banyak yang melakukan pertemuan di sini karena kami bisa menampung hingga 200 pengunjung dan parkir 30 mobil,” katanya.
“Tepat untuk kumpul mamak-niniak, termasuk pengunjung milenial bersama temannya yang ingin dapat suasana kampung Minang,” tambah Utiah lagi.
Upaya Utiah membangun kembali Kampung Minang pada saat pendami covid-19 karena mengejar uang. Dia ingin meninggalkan sejarah buat keluarga besarnya. ”Kalau mau cepat besar tinggal beli lisensi ini itu, saya nggak begitu. Kampuang Minang punya cita rasa sendiri,” ujarnya.