Cakraline.com Jakarta- Wanita multiperan banyak kita ditemui pada masa sekarang. Mereka sukses berkarier bahkan membangun bisnis di usia yang relative muda. Memiliki segalanya, seolah dunia dalam genggamannya. Namun bagi yang sudah berumah tangga, wajib memberi ‘pupuk’ terbaik untuk merawat pernikahannya.
“Duit banyak, tapi hatinya kosong. Duit banyak, tapi keluarganya berantakan. Bahkan tak perlu menunggu lama, pernikahan pun bubar jalan. Kenapa bubar? Karena istri yang bekerja ini merasa bahwa kariernya tidak didukung oleh suami, tidak didukung oleh anak-anaknya. Padahal dia merasa melakukan semua ini demi keluarga. Demi membantu perekonomian keluarga,” ujar Indra Noveldy, konsultan pernikahan.
Karena itu Indra Noveldi mengingatkan hati-hatilah dengan focus yang ingin dicapai oleh seorang perempuan pada hari ini. Sebab apabila orientasinya hanya untuk membangun bisnis dan mengenyampingkan perasaan orang-orang di sekitarnya, maka kemungkinan di masa yang akan datang dia tidak akan menikmati sama sekali jerih parahnya di masa sekarang.
Ironisnya perceraian terjadi tidak saja dari kalangan muda namun juga pasangan yang sudah lama menikah. Di masa pandemi ini interaksi antar pasangan berlangsung selama 24 jam setiap harinya. Padahal pada masa sebelum pandemi, interaksi antar pasangan terjadi minimal 1 jam sehari. Selebihnya masing-masing sibuk dengan urusan domestik dan pekerjaan di kantor.
“Sebelum pandemi jika sedang bete dengan pasangan, pelariannya ke kantor. Tapi begitu pandemi, yang mengharuskan bekerja dari rumah. Mau kabur ke kantor nggak bisa, mau ke kafe kena pembatasan karena PPKM. Sehingga situasi ini menjadi pemicu terjadi ketidak harmonisan dengan pasangan,” ungkap Indra Noveldy, pada acara Talkshow daring bertajuk Membangun Keluarga Yang Bisa Menjawab Tantangan, sebuah rangkaian dari event Professional Women’s Week 2021 yang diinisiasi oleh Desainer kondang Nina Septiana.
Indra membeberkan data bahwa tingkat perceraian tertinggi didominasi di kepulauan Jawa. Di urutan pertama Jawa Tengah, diikuti Jawa Timur , kemudian Jawa Barat. Selain dipicu oleh faktor ekonomi, penyebab perceraian lebih banyak ditenggarai oleh kondisi ketidak harmonisan pada pasangan.
Dalam talkshow, Indra secara langsung mengajak audience secara aktif menyampaikan uneg-unegnya. Ada yang mengeluhkan karakter suaminya yang tidak pernah menghargai apapun yang dilakukan istri. Ada juga yang mengaku menyesal karena terlambat mendengar sharing bersama Indra Noveldy.
Salah satu audiensi mengatakan nasi telah menjadi bubur dan rumah tangganya telah kandas lantaran mantan suami mau menang sendiri. “Dalam pemahaman saya, pernikahan itu seharusnya ‘saling’ . Tapi yang dilakukan mantan suami saya lebih banyak menuntut saya,” curhat salah seorang audience wanita.
Indra mengatakan banyak terjadi kesalah pahaman dalam memaknai pernikahan. Ada yang mengatakan titik rawan sebuah pernikahan adalah di 5 tahun pernikahan. Memakai istilah jaman sekarang, pernyataan tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya alias hoax.
Penyesuaian dalam pernikahan terjadi sepanjang usia pernikahan itu sendiri. Sebagai konsultan pernikahan, Indra kerap dicurhati kliennya yang mengaku semakin bertambah usia, tak mengenal pasangannya.
“Seorang klien yang usia pernikahannya 27 tahun datang ke saya, dengan mata nanar. ‘Mas Indra saya udah sukses. Tapi saya menghabiskan masa pension dengan siapa ya? Padahal dia masih ada istri, tapi dia merasa tidak mengenal istrinya,” ujar Indra.
Indra menyebut pandemi merupakan miniature dari masa pensiun seseorang. Sayangnya masa pensiun tidak dipersiapkan secara baik oleh kebanyakan orang. Akibatnya masa pensiun bukannya menjadi sebuah masa untuk menikmati hidup, sebaliknya sibuk melakukan berbagai macam pengobatan untuk sekedar bertahan hidup.
“Karena tidak mempersiapkan sebelum pension, akhirnya mereka tidak dapat mengantisipasi intensitas berhubungan 24 jam bersama pasangan. Karena ketemu setiap saat, kebayang nggak, pasangan kita suka main hape, sumbu pendek, sedikit-sedikit marah, tukang makan, tukang ngatur, bahkan omongannya tajam. Kesimpulannya kita ini nggak mengenal siapa suami kita, siapa istri kita. Jadi sekian lama hidup dalam pernikahan, tapi tidak saling mengenal karakter,” lanjut Indra.
Satu hal yang belakangan terjadi, banyak wanita sukses di pekerjaan atau membangun bisnis. Tapi rumah tangganya rapuh. Indra mengingatkan agar para wanita multi peran selalu menempatkan dirinya sebaik mungkin, sebagai istri, ibu dan anak bagi orang tuanya.
“Jangan sampai kita hanya sibuk membangun usaha. Tapi lupa menguatkan keluarga di rumah.
Bahkan sampai lupa pada pasangan , lupa masih punya suami yang perlu diperhatikan. Sehingga tidak jarang banyak suami yang cemburu pada anak-anaknya. Karena sebagai istri hanya sibuk memperhatikan anak-anak. Dalam hal ini suami mungkin gangsi mengakui bahwa dia butuh diperhatikan istrinya,” ujar Indra, lagi.
Merujuk pada #akuberdaya yang dikampanyekan PWW 2021, dikatakan Indra hendaknya para wanita sebelum memutuskan berkarier di luar rumah atau menjalankan bisnis, tetap menjalankan peran utamanya sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya.
“Sudahkah pasangan anda merasa dicintai oleh anda? Karena sekarang ini nggak penting lagi klaim kita cinta pada pasangan. Tapi yang paling penting tersirat dari perilaku. Pasangan kita tahu nggak kalau kita mencintai dia?,” ujar Indra.
Sementara Dr. Muhammad Faisal, Executive Director & Youth Researcher, Youth Laboratory Indonesia, PT Kreasi Pemuda Indonesia), mengatakan wanita memiliki peran penting dalam menyiapkan anak-anaknya sebagai generasi pejuang.
Sejatinya persiapan itu tidaklah rumit, jauh dari yang selama ini telah dipersiapkan oleh kebanyakan para orang tua di masa sekarang. “Orang tua sekarang khususnya para ibu, lebih menyiapkan anak-anaknya dengan skill ketimbang mempersiapkan watak yang kuat bagi anak-anaknya. Anak-anak kita saat ini mudah galau, mudah gelisah. Jadi sangat rental mempunyai masalah dengan mental health. Kenapa mental health karena anak-anak ini hidup di tengah kehidupan yang penuh persaingan. Setiap orang selalu membanding-bandingkan dirinya dengan diri orang lain,” ujarnya.
“Jangan terpengaruh dengan komparasi, karena anak kita tidak perlu diperbandingkan dengan orang lain. Tidak salah juga kalau orang tua memfasilitasi anaknya dengan berbagai les ini itu. Tapi jangan melupakan mengasah dengan watak yang baik. Kalau ini kan nggak ada tempat lesnya? Adanya didalam keluarganya sendiri, bagaimana keluarga membentuk watak si anak,” ujar Dr. Muhammad Faisal.
Apabila watak yang baik sudah terbentuk, dengan sendirinya ilmu pengetahuan sebagai penunjang peningkatan skill tinggal mengikuti saja. Setelah itu jangan lupa mengajarkan anak-anak kita menjadi pribadi yang pandai bersyukur,” ujarnya.