Cakraline.com. Jakarta – Klaim Presiden Joko Widodo yang berhasil menetapkan BBM satu harga secara nasional tenyata tidak sepenuhnya benar. Faktanya di beberapa wilayah harga BBM masih berbeda.
Semakin jauh suatu wilayah dari SPBU maka semakin mahal harga jual BBM yang berlaku. Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan BPH Migas di Gedung Nusantara 1 DPR Senayan Jakarta, kemarin.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto meminta Pemerintah jujur mengenai klaim BBM satu harga. Jangan sampai di media bicara harga BBM sudah satu harga tapi fakta di lapangan harga masih berbeda-beda.
Untuk itu Mulyanto minta BPH Migas meningkatkan pengaturan hilir migas secara lebih terpadu agar klaim tersebut bukan sekedar janji kosong.
Mulyanto minta Pemerintah melalui BPH Migas melakukan intervensi dengan berbagai pendekatan agar kebijakan BBM satu harga dapat terwujud. Salah satunya dengan mendorong tumbuhnya lembaga penyalur BBM kecil, termasuk sub-penyalur dan SPBU mini.
“Kasihan masyarakat miskin di wilayah 3T, terluar, terdepan dan terpencil. Sudah sulit dapat BBM, harganya mahal pula,” tegas Mulyanto.
Dengan tugas dan tanggung jawab sebagai pengawas 170 lembaga penyalur BBM satu harga, BPH Migas perlu juga menambah jumlah jaringan penyaluran Sebab jumlah jaringan penyalur yang ada sekarang dinilai masih terlalu sedikit.
“Cakupan wilayah yang harus dilayani sangat luas. Jumlah kecamatan di wilayah 3T saja ada sekitar 1.600 kecamatan. Belum lagi kecamatan di wilayah lain yang tidak termasuk 3T tapi masih sulit akses kegiatan perekonomian,” ujar Mulyanto.