Bandung-Saling klaim terhadap tanah-tanah timbul antara instansi kehutanan, pertanian dan perkebunan di Provinsi Jawa Barat membtuhkan regulasi untuk mengatasi ego sektoral masing-masing instansi tersebut.
“Klaim antarinstansi pemerintah di Jawa Barat ini sering terjadi dengan menggunakan argument dan payung hukum masing-masing,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Epi Kustiawan.
Penjelasan itu merupakan salah satu permasalahan yang digadapi Jawa Barat yang disampaikan Epi Kustiawan kepada Tim Kunjungan Kerja (kunker) Komite II DPD RI ke Provinsi Jawa Barat, Selasa (12/11/2019).
Untuk diketahui, kunker Komite II DPR itu adalah dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya atas UU No 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kunker itu dipimpin Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai beserta anggotanya Aa Oni Suwarman selaku tuan rumah. Kunker dilakukan dengan dialog interaktif di Ruang Ciremai-Gedung Sate, Kota Bandung pada Selasa (12/11/2019).
Selain saling klaim, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat juga menjelaskan bahwa kondisi kehutanan di Provinsi Jawa Barat juga rentan terhadap perambahan dan kebakaran.
“Luas Jawa Barat 3,7 juta hektar. 22,12 persen diantaranya kawasan hutan yang harus dipertahankan. Jumlah itu pun masih di bawah angka minimum yang ditetapkan UU No 41/ 1999 tentang Kehutanan, minimal 30 persen dari luas daerah aliran sungai atau pulau,” ujar Epi Kustiawan.
Minimnya luas Kawasan hutan itu lanjut dia, disebabkan pembangunan kawasan industri. Kendati demikian, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat tidak pesimis untuk dapat melakukan penghutanan kembali di beberapa wilayah.
“Upaya yang dilakukan adalah memberdayakan hutan rakyat dan melibatkan masyarakat untuk menerapkan pola agroforestry melalui fast growing species. Pola agroforestry ini diperkirakan memakan biaya Rp7 juta /hektar,” papar Epi.
Selain minimnya lahan kawasan hutan, Provinsi Jawa Barat juga memiliki lahan kritis yang sangat luas, yakni dari sekitar 3 juta hektar potensi hutan rakyat terdapat 900.000 hektar lahan kritis dengan komposisi 200.000 hektar di dalam kawasan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan 700.000 hektar di lahan milik.
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, Pemprov Jawa Barat menyediakan 11.460.000 bibit gratis siap tanam dan melakukan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 11.375,63 hektar.
Aa Oni Suwarna selaku tuan rumah mengatakan, peraturan daerah (perda) di tiap Kabupaten/Kota dan kawasan lindung harus ditegakkan untuk mengatasi maraknya alih fungsi lahan, termasuk penyelamatan hutan Mangrove akibar abrasi”, ujar dia.
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang juga rentan terjadi di wilayah taman nasional Provinsi Jawa Barat mendapatkan perhatian khusus dari Komite II DPD RI. Tindakan yang diambil Pemprov Jawa Barat untuk mengatasinya adalah membetuk kelompok masyarakat peduli api dan patroli dini
Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai mengusulkan perlu adanya elaborasi terkait permasalahan hutan Mangrove di Provinsi Jawa Barat dengan provinsi-provinsi lain, misalnya Provinsi Papua Barat.
Terkait Karhutla, Yorrys mengatakan, perlu ada perubahan regulasi penanganan Karhutla melalui pembentukan badan khusus sebagai bentuk mitigasi risiko atau pencegahan terjadinya Karhutla.
“Ini sudah menjadi kesepakatan hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komite II DPD RI bersama dengan para ahli dan pakar pada Oktober silam,” papar dia.