Oleh Prof Marlina (1)
Cakraline.com.Padang – Bangun pagi hari ini, Selasa (17/3/2020) saya sedikit terlambat dari bangun hari-hari biasa. Banyak kejadian yang beruntun dalam 1 minggu ini, mewarnai hari-hari yang saya lalui selama 58 tahun dengan warna yang tidak biasa.
Warna yang di satu sisi lebih terang, lebih gemerlap sehingga lukisan kehidupan ini menampakkan dan memunculkan energi positif luar biasa._
Terlahir sebagai anak yang manja dan paling dimanjakan di keluarga, saya merasa di hari tua akan merana. Tetapi ALLAH SWT terlalu sayang pada saya.
Dari kecil sampai SMA, saya habiskan dengan sangat menyenangkan. Tiap hari bermain, tetapi setiap menerima rapor juga selalu bisa tampil di pentas. Masuk kuliahpun saya melenggang, tanpa tes, di Universitas paling dibanggakan di Indonesia, ITB, di Fakultas Farmasi.
Saya bertemu suami pun di ITB. ALLAH SWT memang selalu di hadapan saya, sejak bertemu beliau dan sampai tamat di ITB, beliau yang ganti memanjakan saya. Setiap hari, pagi dan sore saya dijemput dan diantar pulang ke rumah. Sebagai mahasiswa Farmasi, tidak punya kesempatan melihat matahari siang.
Waktu sangat cepat berlalu. Kehidupan terasa lurus-lurus dan semua berjalan tenang tentram, aman, dan damai. Setiap tahap dan jenjang studi, ALLAH SWT selalu membimbing saya. Sehingga sampai di puncak pencapaian saya sebagai dosen, saya memperoleh gelar yang diidamkan semua orang, Professor di usia ke 49. Pun terasa mulus dan tanpa hambatan.
*Sulit Menolak Permintaan, Ketua di Banyak Organisasi*
Kehidupan mulai memberikan warna lain sewaktu saya bergabung dengan Koperasi Saudagar Minang Raya (KSMR). Itu terjadi 2 tahun lalu, Desember 2018 kalau tidak salah.
Waktu itu saya masuk dengan sedikit ogah-ogahan. Akhirnya minta petunjuk pada sahabat saya, Prof Yazid Bindar. Dialah yang selalu mendorong saya. “Masuk aja, di sana Lina akan ketemu teman-teman baru yang sangat berbeda dengan kawan-kawan di kampus,” katanya ketika itu.
Sewaktu akan pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2 KSMR, saya sengaja menyempatkan hadir, datang ke Jakarta. Waktu itulah pertama kali saya bertemu dengan teman-teman yang selama ini saya kenal di WA. Saya amati wajah mereka satu-persatu.
Satu kekurangan yang ALLAH SWT berikan pada saya yakni saya paling susah menghafal nama. Kenapa saya hadir di RAT 2? Karena beberapa hari sebelumnya saya juga sudah melayangkan surat pengunduran diri. Saya merasa tidak tepat berada di sana. Tetapi adinda Irda yang cantik, lembut membujuk saya, “Nanti aja Uni Lina, Uni hadir dulu di RAT,” ujarnya.
Suasana RAT 2 nggak usah diceritakan, semua kita sudah tahu. Tapi hari itu, saya melihat wibawa seorang Basril Djabar yang luar biasa. Hari itu juga nama Joi Kahar dan Audy masuk ke memori saya. Mulai belajar mengingat terus.
Tiba-tiba Ketum KSMR, Joi Kahar meminta saya jadi Koordinator Wilayah Sumbar. Bagi saya permintaan itu sangat berlebihan. Saya merupakan peserta pasif, jarang komentar, apalagi memberikan pendapat.
Kekurangan saya satu lagi, sulit menolak permintaan seseorang kepada saya, apalagi yang meminta Ketum. Saya sangat respek dan hormat ke beliau. Walau hari-hari saya sudah penuh dengan jadwal riset, yang tahun lalu dapat dana, yang bagi saya jumlahnya fantastis, tapi bagi Ketum seperti tetesan embun di pagi hari.
Kepercayaan itu saya ambil. Lalu saya juga diminta menjadi ketua Dana Titipan Bergulir (DTB), program luar biasa yang memudahkan saya mengajak orang masuk KSMR. Dan terakhir, sebagai panitia RAT 3. Da Joi betul-betul keterlaluan, mentang-mentang ketua, enak saja memerintah saya.
Sekali lagi kekurangan saya, tidak bisa menolak. Sama dengan tidak bisa menolaknya saya sewaktu diminta menjadi Ketua Ikatan Alumni ITB Sumbar, dan jadi Ketua Alumni SMA 1 Bukittinggi untuk Sumbar.
*Bersambung…*
*Penulis Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang, Ketua alumni ITB Regional Sumatera Barat, dan Ketua Koperasi Saudagar Minang Raya Sumatera Barat.*