Cakraline.com. Kecelakaan tragis yang dilamia rombongan guru SD Islam Tahfidz (IT) Qur’an AS Syafi’iyah, Mendut, Mungkin di Jalan Magelang-Purworejo menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Satu di antaranya datang dari keluarga mendiang Isna Hayati warga Mendut I RT 1/RW 1, Mendut.

Keluarga menanti dengan cemas kedatangan jenazah Isna. Ibu satu anak itu meninggal dunia di lokasi kejadian. Mendengar kabar tersebut, keluarga mulai menyiapkan tempat peristirahatan terakhir untuk mendiang Isna. Kerabat dan tetangga pun mulai berdatangan.
Dari jarak beberapa meter dari rumah duka, terdengar sirine ambulans. Menandakan bahwa mobil yang mengangkut jenazah Isna, sudah dekat dengan rumah. Sekitar pukul 17.50, jenazah Isna tiba di rumah duka. Isak tangis menyambut kedatangan jenazah.
Lantas, jenazah Isna dibawa ke musala, tepat di samping rumahnya untuk disalatkan. Jenazah dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) setempat. Perempuan 25 tahun itu meninggalkan kenangan tersendiri di hati orang tua, keluarga, teman, bahkan tetangga sekitar.
Ibu Isna, Muti’ah tidak menyangka, anak bungsunya meninggal dunia dalam tragedi kecelakaan maut di Purworejo. Namun, dia sempat mendapat firasat sejak Selasa malam atau sebelum Isna pamit takziyah ke Purworejo.
“Kemarin anak saya (Isna) bilang, ‘mak, kok aku ngimpi (mimpi) kakak meninggal, tapi urip malih (hidup lagi)’, gitu,” ujarnya di rumah duka, Rabu (7/5) dikutip dari Radar Yogya.
Saat itu, dia tidak mengindahkan mimpi tersebut karena dinilai sebagai bunga tidur. Tidak hanya itu, pada Rabu dini hari juga ada kicauan burung di dekat rumah Muti’ah. Tetangga sekitar menduga akan ada orang yang meninggal dunia.
Hanya saja, dia tidak berpikir bahwa tanda-tanda itu diberikan kepada dirinya. Muti’ah kaget bukan kepalang usai mengetahui sang anak meninggal dunia karena kecelakaan. Saat itu, Muti’ah tengah bekerja dan diberitahu tetangganya. Dia pun pulang ke rumah.
Di mata Muti’ah, Isna adalah sosok anak yang hebat. Bahkan, kata dia, di tengah kesibukannya mengajar di SD Islam Tahfidz (IT) Qur’an As Syafi’iyah, Isna tetap menyempatkan diri mengajar ngaji saat sore atau malam hari. “
Anaknya penyayang, sama semua orang disayang. Saya sedih (sudah) nggak ada anak saya,” urainya





