Oleh : Arcandra Tahar
Cakraline.com. Jakarta – Investasi langsung dari negara asing ke sebuah negara (Foreign Direct Investment – FDI) merupakan salah satu cara untuk menaikan pertumbuhan ekonomi. Negara berkembang biasanya sangat bergantung terhadap FDI agar potensi ekonomi didalam negeri yang mereka miliki dapat diolah dengan baik, sehingga dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Potensi ekonomi ini tidak hanya berupa kekayaan alam, tetapi juga bisa berupa tersedianya sumber daya manusia yang terampil dan terdidik.
Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi kita untuk memahami cara berpikir investor asing. Dengan pemahaman tersebut kebijakan dan strategi yang dibuat untuk menggaet para investor dapat membuahkan hasil yang optimal. Sayangnya, dalam beberapa kejadian kita justru beranggapan bahwa investor itu harus dibujuk untuk datang. Bahkan yang sering dilakukan adalah menjajikan banyak hal yang kadang sulit untuk dipenuhi.
Memang tidak ada yang salah melakukan promosi potensi ekonomi keluar negeri. Dalam beberapa kesempatan strategi ini cukup ampuh untuk menggaet investor asing apalagi dibarengi dengan kunjungan kenegaraan kepala negara. Tapi untuk sektor energi perlu strategi yang berbeda mengingat nilai investasi yang besar dan memerlukan proses evaluasi data tidak saja teknikal tapi juga komersial. Dan perlu dipahami juga bahwa sektor energi berbeda dengan sektor-sektor kebanyakan seperti manufaktur atau infrastruktur.
Kadang kita beranggapan bahwa investor di sektor energi adalah pihak yang kurang informasi terhadap data- data potensi sumber daya alam di sebuah negara. Kalau kita mau jujur, investor punya bisnis intelijen yang mampu mengendus apakah sumber daya alam berupa minyak, gas, listrik dan tambang di sebuah negara bisa mendatangkan keuntungan atau tidak. Tanpa diundang kalau kriteria-kriteria dasar yang mereka inginkan terpenuhi mereka akan datang sendiri. Ingatkah kita bahwa kolonialisme berakar dari penguasaan sumber-sumber daya alam di suatu negara? Dan itu terjadi tanpa harus diundang.
Tiga Kriteria Investasi
Kalau begitu di zaman modern ini, apa saja kriteria yang investor inginkan agar mau berinvestasi di sektor energi di sebuah negara? Pertama adalah berkaitan dengan daya tarik fiskal (fiscal attractiveness). Termasuk dalam kategori ini seperti perlakuan pajak, besaran royalti dan perlakuan terhadap bagi hasil antara kontraktor dan pemerintah.
Lebih jauh lagi investor juga akan menganalisa bagaimana pemerintah memberi insentif kalau harga komoditi lagi turun atau sebaliknya sewaktu harga lagi naik. Hal seperti ini pernah terjadi di tahun 2022 dimana harga komoditi dan migas tinggi sekali, sehingga banyak investor yang mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda (windfall profit). Perlakuan pemerintah suatu negara terhadap windfall profit ini bermacam-macam. Yang jelas, investor pasti akan memilih berinvestasi di negara yang aturan windfall profitnya lebih menguntungkan. Ini salah satu contoh dari fiscal attractiveness.
Kriteria kedua yang membuat investor mau berinvestasi di suatu negara adalah berkaitan dengan kestabilan aturan fiskal (fiscal stability). Kalau regulasi dan undang-undang sering berubah-ubah maka dapat dipastikan investor akan merasa takut untuk berinvestasi. Bagaimana tidak, kalau royalti berubah karena mengikuti aturan yang lebih baru, maka kepastian dalam menghitung tingkat pengembalian investasi menjadi kacau.
Untuk itu perlakuan pemerintah terhadap kepastian kontrak yang sudah ditanda-tangani menjadi kriteria penting bagi investor. Kalau ada negara yang punya track record tidak menghormati kontrak, dengan promosi seperti apapun dapat dipastikan investor akan berpikir ulang untuk berinvestasi. Untuk kasus ini bukan investor yang salah, tapi pemerintahnya yang tidak kredibel.
Kriteria ketiga yang membuat investor mau berinvestasi di suatu negara adalah seberapa menarik prospek sumber daya alam yang tersedia (prospectivity). Untuk minyak dan gas misalnya, apakah sudah ada yang menambang di wilayah itu. Kemudian secara geologi apakah masih banyak potensi migas (basin) yang bisa dieksplorasi.
Begitu juga dengan tambang, kalau data-data eksplorasi mengindikasikan adanya potensi mineral yang secara ekonomis bisa menguntungkan, maka investor itu akan datang dengan sendirinya tanpa diundang. Keterbukaan dan ketersediaan data menjadi kunci bagi investor untuk masuk ke sebuah negara. Mereka tentu tidak mau membeli kucing dalam karung karena investasi di sumber daya alam berdampak sangat panjang terhadap keberlangsungan perusahaan mereka.
Itulah kira-kira tiga kriteria yang menjadi pertimbangan investor untuk masuk ke sebuah negara. Dengan memperbaiki tiga kriteria ini semoga investor mau berinvestasi untuk menggerakan roda perekonomian. Semoga bermanfaat.
Diskusi ini dapat diikuti pada Instagram
@arcandra.tahar