Cakraline.com. _ Linga Duta Adreafa salah satu korban selamat saat erupsi gunung Marapi, Sumatera Barat perlahan berusaha melupakan tragedi yang menewaskan 23 pendaki pada 3 Desember 2023 lalu. Linga bersama dua sahabatnbya Muhammad Faith dan Muhammad Afifi, sudah kembali ke kampus di Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Bangkinang, Kota Kabupaten Kampar, Riau. “ Sudah belajar seperti biasa,” ucap Linga Rabu (13/12/).
Ia mendaki gunung bersama dua sahabatnya Muhammad Faith (19) dan Muhammad Afif (19) pendaki asal Bangkinan Riau memulai petualangan Sabtu (2/12), pukul 11.00 wib. Ketiganya mendaki hanya untuk bersenang-senang, reuni karena sudah lama tak berjumpa.
Linga menceritakan, sebelum sampai ke cadas rombongannya bertemu rombongan Mapala Universitas Riau. Rombongan ini hendak turun, 10 perempuan dua laki-laki. Kedua rombongan saling bertukar informasi. Dari cerita rombongan tersebut Linga tahu bahwa dipuncak masih banyak pendaki ada yang hendak turun ada juga sedang kamping.
Perasaan gembira berubah ketika dikejutkan dikejutkan suara gemuruh disertai debu hitam, mereka belum menyadari Marapi erupsi.
Ia menduga Marapi hanya batuk-batuk kecil, sebagai gunung Marapi hal seperti sudah sering terjadi. Sehingga ia tak panik. Mereka terus melangkah, baru sepuluh langkah, ia kembali mendengar suara gemuruh seperti suara pesawat termpur melintas. “ Kuat bunginya, tiba-tiba bummmmm, terlihat abu lebih gelap,” ujar Linga.
Saat itulah Linga menyadari ia terjebak ditengah-tengah erupsi. Ia berpikir untuk segera menyemalatka diri. Sebelum abu vulkanik itu jatuh ke bumi, ia meminta kedua teman lari. Mereka berlari ke jalur tikus, lokasinya berada didekat pintu angin. Ia mengetahui adanya jalan tikus tersebut karena pernah melintasi jalan itu tahun lalu. “ Saya libat kebelakang abunya tebal banget,” kenangnya.
Jalur itu sempat, hanya bisa bisa dilewati satu orang. Diding terjal, dibawahnya ada jurang. Mereka berlindung sambil berdiri pada dinding tebing setingga 3 meter itu ganas erupsi diserta hujan debu dan batu yang membumbung kengkasa.
Agar tubuhnya terhindar dari hujan batu, tas karil dijadikan sebagai pelindung kepala. “ Batu-batu besar itu mengelinding diatas tebing, jatuh masuk jurang,” ingat Linga. Linga menambahkan, “ Kepala kami lindungi dengan task karil. Sangat mengerikan sore itu.
Karena berlindung dibalik tebing mereka terhindar dari bencana yang telah menewaskan 23 orang pendaki, 10 orang hilang, yang terus dicari oleh TIM SAR gabungam TNI-Polri. Linga mengaku masih truma. “Masih terbayang betapa ngerinya berada di Gunung Marapi sore itu,” ucap Linga.
Linga menceritakan kesaksiannya terjebak sebelum sampai ke puncak Marapi, saat erupsi terjadi. Linga sebenarninya ingin bersenang-senang mendaki ia sudah mempersiapkan fisik selama dua bulan. Walau pun sudah beberapa kali mendaki Marapi, untuk naik tetap membutuhkan fisik yang baik.
Linga sebelumnya sudah mendaki gunung Kerinci Jambi¸ ia kembali naik Marapi ingin mencapai puncak Merpati.. Puncak yang dikenal memiliki spot indah, dari puncak indah akan terlihat gugusan gunung Silang, Gunung Talang, gunung Tandikat hingga puncak gunung Kerinci.
Ia merasa penasaran, walaupun sudah mendaki beberapa kali belum pernah sampai di puncak Merpati disebabkan cauca mendung maupun hujan.
“ Saya belum pernah sampai ke puncak Merpati. Teman-teman bilang berada atas puncak itu seperti berada diatas awan. bagaimana pun caranya harus sampai ke puncak,” tutur Linga.