Cakraline.com. Jakarta – Menanggapi video yang beredar mengenai seorang wanita penyintas Covid-19 yang membagikan pengalamannya setelah meminum oseltamivir, dua pakar Ikatan Apoteker Indonesia ( IAI ), Prof Dr apt Zullies Ikawati dan Prof Dr apt Keri Lestari, MSc berpendapat kemungkinan yang dialami oleh wanita tersebut bukan disebabkan oleh oseltamivir.
“Sebab yang diminum oleh penderita Covid-19 bukan hanya satu jenis obat, tetapi ada beberapa. Kita tidak tahu persis yang mana yang menyebabkan reaksi hebat, yaitu mual, muntah dan vertigo seperti yang dirasakan oleh ibu itu,”ungkap Prof Dr apt Zullies Ikawati dari Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI), dalam keterangan tertulisnya yang diterima Cakraline.com.
Dalam video berdurasi 1 menit 37 detik tersebut, ditunjukan kemasan strip oseltamivir yang telah berkurang 1 kapsul. Suara seorang wanita menuturkan, dirinya mengalami reaksi berupa muntah hebat dan kepala terasa berputar, selang 1 menit setelah mengkonsumsi obat tersebut.
Akibat reaksi tersebut, ia tidak melanjutkan mengkonsumsi obatnya, meski sisa obat tersebut dibawanya pulang. Suara wanita dalam video tersebut menyebutkan bahwa obat ini sangat berbahaya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua PP IAI, Prof Dr apt Keri Lestari yang menyebutkan, kemungkinan besar yang dialami wanita tersebut adalah reaksi alergi dan belum tentu disebabkan oleh oseltamivir. Bisa saja berasal dari obat lain atau suplemen yang diberikan oleh dokter.
“Kalau toh ada efek samping juga tidak akan separah itu. Memang ada efek samping yang disebabkan oleh oseltamivir, tetapi bukan efek samping yang parah. Oseltamivir ini obat antivirus yang cukup aman,” tegasnya.
Selain itu menurut Zullies, untuk dapat memberikan efek seperti yang diharapkan, obat memerlukan waktu yang cukup apabila digunakan secara oral atau diminum. Berbeda dengan obat yang diberikan secara injeksi, memang akan memberikan efek yang lebih cepat.
Dalam hal obat yang diminum, maka obat memerlukan waktu dan proses hingga sampai ke lambung. Di lambung obat akan diuraikan, kemudian diserap oleh lambung maupun usus. Obat tersebut kemudian akan diedarkan atau didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah hingga sampai ke tempat aksinya untuk bekerja.
“Proses itu memerlukan waktu, jadi kalau dikatakan dalam waktu kurang dari 1 menit sudah terjadi reaksi yang cukup hebat seperti itu, maka dugaan saya bukan karena obat. Mungkin karena ada faktor lain, bisa jadi ada faktor psikologis, atau mungkin memang ada faktor fisik, yang kebetulan terjadi sesaat setelah minum obat, karena gejala covid-19 ada yang sampai mual, muntah dan sebagainya. Maka sekali lagi, dugaan saya bukan karena obat,”tegas Zullies.
Sebab bila terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit, Zullies menduga, obat tersebut masih berada di lambung dan belum diserap sepenuhnya, sehingga belum akan memberikan efek terhadap tubuh.
Sebagai obat antiinfluenza, oseltamivir diketahui memiliki keamanan yang cukup baik. Efek sampingnya tidak terlalu berat, meskipun diketahui ada beberapa efek seperti mual, muntah, insomnia dan vertigo.
“Namun sekali lagi, kalau toh terjadi efek samping, juga tidak akan secepat itu, yaitu terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit. Sekali lagi obat membutuhkan proses untuk memberikan efek. Begitupun kalau toh itu adalah reaksi alergi efek berlebihan yang mungkin berbeda dari orang lain, juga tidak akan terjadi secepat itu, tetap membutuhkan proses,” tutur Zullies.
Menanggapi wanita dalam video tersebut tidak meneruskan mengkonsumsi obatnya, Keri Lestari sangat menyesalkannya.
“Obat harus dipatuhi dosisnya, kalau memang ada efek samping harus segera dilaporkan kepada dokter atau perawat untuk dapat dipikirkan apa Langkah selanjutnya. Ada yang disebut dengan monitoring efek samping obat (MESO), ini akan dilaporkan ke regulator dalam hal ini BPOM bila memang terjadi efek samping obat yang hebat,”papar Keri.
Tetapi, lanjut Keri, dalam hal ini ada satu pelajaran berharga yang patut diambil, bahwa wanita tersebut pada akhirnya pulang kembali ke rumah, setelah dirawat di rumah sakit, tanpa meneruskan meminum oseltamivir, itu menunjukkan bahwa SARSCov-2 ini memang adalah virus jenis self limiting disease. Virus SARSCov-2 penyebab Covid-19 tersebut akan mati dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu.
“Karena dia tidak minum oseltamivir dan ternyata sembuh, buktinya sudah pulang kembali ke rumah, artinya sudah ada progress, ada kemajuan. Cukup dengan terapi supportif atau pendukung saja. Tanpa antivirus ternyata juga bisa sembuh,” kata Keri.
Dalam hal penggunaan Oseltamivir bagi pasien Covid-19, dalam berbagai webinar, Zullies sudah acapkali menyampaikan, bahwa sejatinya obat ini bukan pilihan yang tepat. Secara mekanisme obat, oseltamivir tidak cocok digunakan untuk Covid-19, sebab oseltamivir adalah penghambat enzim neuroaminidase.
Enzim tersebut memang ada dalam virus influeza, tetapi tidak ada dalam SARSCov-2, virus penyebab Covid-19. Jadi memang oseltamivir tidak bisa digunakan untuk mengobati Covid-19 karena targetnya tidak ada. Di awal pandemic, karena pengetahuan mengenai Covid-19 ini belum cukup memadai, para ahli masih belum bisa memastikan apakah Covid-19 ini termasuk jenis flu atau bukan. Seiring perkembangan penyakit, kemudian diketahui bahwa Covid-19 bukan jenis flu. Oleh karena itu, dalam panduan terapi terbaru, Oseltamivir hanya diberikan bila ditemukan gejala koinfeksi dengan influenza.
“Jadi sekali lagi menurut saya oseltamivir masih relatif aman untuk digunakan, jika memang ada indikasi untuk menggunakan,” tegas Zullies.
Dalam video berdurasi 1 menit 37 detik tersebut, ditunjukan kemasan strip oseltamivir yang telah berkurang 1 kapsul. Suara seorang wanita menuturkan, dirinya mengalami reaksi berupa muntah hebat dan kepala terasa berputar, selang 1 menit setelah mengkonsumsi obat tersebut. Akibat reaksi tersebut, ia tidak melanjutkan mengkonsumsi obatnya dan membawanya pulang setelah diperbolehkan pulang dari RS. Suara wanita dalam video tersebut menyebutkan bahwa obat ini sangat berbahaya.