Cakraline.com. Nasib tragis dialami Muhammad Ramzi (5) bocah asal kampung Cibulak desa Nagrak Kecamatan Cunangka, Kabupaten Cianjur, meninggal dipangkuan ibudanya, Aisyah (30). Bocah berusia lima tahun itu tak tertolong karena kepalanya tertimpa reruntuhan bangunan.
Dengan berlinang air mata Aisyah menceritakan, rasa penjesalannya karena tak bisa menyelamatkan putra keduanya. ”Saya lagi nonton televise, anak saya pangku. Ada getaran rubah ini goyang dan roboh. Saya reflek melindungi anak dengan membalik badan agar tak tertimpa rumah. Badan terlindung tetapi saya bisa melindungi kepala tertimba batu bata,” ungkap Aisyah ditemui di rumahnya di desa Nagrak.
Tak sempat menyelamatkan diri. Aisyah menceritakan, posisi dekat dengan dinding kamar. Dia panik anak terlepas dari gendongan, kepalanya berlumurah. Potongan batu bata masih tertanjam di kepalanya.
Dia coba memberi pertolongan, mengangkat tubuh kecil itu tetapi tak berhasil sebab tubuhnya tertimpa puing-puing. Dia sulit bergerak. Dengan berat hati Asiyah meninggalkan Ramzi, dia merangkak sambil membersihkan puing membuka jalan keluar.
Masih tergiang dalam ingatan Aisyah ketika putranya menjerit kesakitan waktu tertimpa reruntuhan. Dia sendiri tak berdaya berada di dalam rumah. Dia hanya mendengar sekali jeritan kemudian tubuhnya terdiam.
”Dia meninggal, saya sempat pegang tanganngya, rasakan denyut nadinya sudah nggak ada. Setelah dia menjerit terus terdiam, nggak ada lagi suaranya. Karena dia sudah meninggal saya cari jalan keluar,” tuturnya.
Dia mendengar suara adiknya Een Reni berteriak minta tolong tertimpa lemari. ”Saya tolong adik dan ibu dulu, yang masih bernyawa,” jelasnya.
Setelah agak tenang Aisyah mencari bantuan untuk mengevakuasi anaknya. ”Bukan saya nggak menolong, tapi nggak bisa. Hati saya hancur, “ucapnya.
Melihat rumah hancur Aisyah bersama keluarga mau tinggal dimana lagi. Sejak menikah dia menumpang tinggal dirumah ibunya. Dia sendiri belum punya rumah
Suaminya Sanusi (35) sedang tak dirumah. Dia berkunjung kerumah saudaranya berjarak 20 meter. Rumah saudaranya hancur, Sanusi mengalami luka di kaki dan tangan. Pungung tertimpa balok kayu, sehingga sulit untuk berjalan.
Setelah gempa dia teringat keluarganya, dia segar pulang. Rumah mertuanya sudah hancur, dia melihat istri menanggis. Dia berusaha mencari kedalam rumah mengagkat puing, namun dilarang istrinya. “Nggak usah dicari, anaknya sudah nggak ada suaranya,” kata Sanusi.
Dia panik, tak berdaya membongkar tumpukan runtuhan bangunan itu. Dibantu tetangga menemukannya dalam keadaan meninggal. ”Saya nggak tega melihat, mukanya penuh darah, ‘ ujar Sanusi.