Cakraline.com. Senin (21/11) lalu seperti biasanya Yahya Basri sedang melakukan pekerjaan di sebuah restoran siap saji di gedung Jakarta Theater yang terletak di Jalan MH Tharmin, Jakarta Pusat. Bersama teman-teman setelah istirahat siang merasakan itu goncangan gempa cukup kuat, sehingga semua karyawan berlari keluar ruangan.

Namun bukan getaran gempa di Jakarta yang menjadi beban pikirannya. Yahya mengaku perasaan tidak enak sebab istrinya Indri Rahmawati yang sedang hamil empat bulan serta putra All (7) pertama sedang berada dikampung bersama dirumah mertuanya dikampung Salaeruih desa Banjot, Cugenang, Cianjur.
Yahya cemas tak satupun keluarga yang bisa dihubungi, pesan singkat menanyakan keadaan keluarga juga tak ada respon. Dalam kegelisahan itu teman-teman menenangkan hatinya. Dia kembali bekerja, sulit berkonsentrasi, dia lebih banyak diam menunggu kabar dari keluarga
Pikiranya sedikit tenang kala mertuanya mengirim pesan suara agar segera pulang.Yahya tanyakan bagaimana keadaan keluarga, tak ada penjelasan. Menjelang Magrib Yahya bertemu dengan anak serta keluarga mertua.
Dia gelisah karena tak ada istrinya. “Indri dimana ? ,” tanya Yahya. Mendengar penjelasan keluarga hatinya terguncang. Hampir semua rumah roboh retak. ”Mertua bilang istri mu belum ketemu, “ ucapnya.
Malam itu dia memeriksa semua pos pengungsi di desanya. “Syok sudah pasti, tadi saya berdoa mudah-mudahan selamnat, saya berpikir dia akan nyasar ke pos lain, harapannya begitu. Tapi memang begitu kali takdirnya, “ bebernya.
Diceritakan oleh Yahya, siang itu Indri hendak mengembalikan payung milik tantenya yang dipinjam sehari sebelumnya. Selain itu juga juga hendak ke warung beli jajanan ringan. Jarak rumah orangtua Indria dengan tantenya sekitar 350 meter.
Di jalan Indri sempat berpapasan dengan beberapa warga. Selesai mengembalikan payung, Indri kemudian ke warung. Saat itulah gempa terjadi yang mengakibat desa itu hancur.
Di desa ada sekitar 9 warga meninggalkan. Delapan jasad yang meninggal menjelang magrib berhasil di evakuasi. Sedang Indri belum tidak ada kepastian. ”Ada yang bilang Indri berjalan ke arah mesjid, ada juga yang bilang istri berjalan ke arah timur, semua infomasi memberi harapan dia selamat,” beber Yahya.

Hari pertama sampai hari ke tiga Indri belum berhasil ditemukan. Yahya sudah menceri ke rumah sakit maupu ke PMI, tak ada nama istrinya tak ada dalam daftar meninggal atau luka-luka.
Ditenggah sikap pasrah warga bersama tim SAR berhasil menemukan jasad Indri, tertimbun puing bangungan. Proses evakuasi Indri berjalan hampir satu jam, jenasah dibawah ke RSUD Cianjur.
Saat dibawa pulang untuk dimakamkan, Yahya tak di izinkan untuk melihat wajah istrinya, yang sudah dirapi. Yahya lega jasad istrinya berhasil ditemukan. ”Kebayang bagaimana perasaan saya berhari –hari mencari dan menunggu,” ucapnya.
Yahya sudah menerima kehilangan perempuan yang amat dicintainya. Yahya-Indri sudah 10 tahun menikah. Mereka bertemu di Bandung. Setelah pendekatan selama tiga bulan mereka memutuskan menikah. Pernikahan dikaruina satu orang anak. Kehamilan Indri adalah menanti anak kedua. ”Sekarang mau fokus sama anak, namanya hidup harus diterusin. Ada anak, “ ujarnya.
Yahya terakhir kali berkomunikasi dengan istrinya sehari sebelum gempa. Yahya pulang ke Cianjur paling cepat dua minggu sekali paling lama 1 bulan sekali. Ketika itu Indri mengatakan ingin tinggal di Jakarta, Yahya tak keberatan.
Dia janji akan jemput Indri, saat Aal ulang tahun pada 21 November kemarin. Sekalian mereka janjian untuk memeriksa kehamilan sekaligus USG. Yahya menyarankan Indri untuk tinggal bersama orangtua di desa Karangtenggah,Kec warungpring, Pemalang, Jawa Tenggah, namun perempuan berkult putih itu meminta ingin mendampingi ke Jakarta. ”Dia mau ikut ke Jakarta, saya janjikan ok nanti saja jemput,”ucap Yahya