Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Fahri Hamzah yang diabaikan elit politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman dan awan-kawan sejak tahun 2016, kini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Pelimpahan perkara tersebut terjadi pasca tim kuasa hukum Fahri Hamzah mengajukan permohonan sita eksekusi ke PN Jakarta Selatan. Demikian disampaikan Slamet SH selaku Kuasa Hukum Fahri Hamzah melalui siaran persnya yang diterima wartawan, Senin (28/10/2019).
Dikatakannya, setelah Pihak PKS tidak mau melakukan keputusan Mahkamah Agung secara sukarela, maka berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UU No. 14 tahun 1970 juncto pasal 60 UU No. 2 tahun 1985 tentang Peradilan Umum menyatakan, maka yang akan melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara perdata adalah panitera dan jurusita dipimpin oleh Ketua Pengadilan.
Dikatakan Slamet, sebenarnya pengadilan tidak perlu melakukan eksekusi jika elit PKS, Sohibul Iman cs menaati putusan pengadilan. Sikap pembangkangan terhadap putusan pengadilan yang dilakukan elit PKS Sohibul Iman cs ini tidak baik dan menjadi preseden buruk bagi upaya penegakan hukum.
“Mestinya elit PKS menjadi tauladan dan contoh yang baik bagi masyarakat. Katanya punya slogan “ayo lebih baik!”. Jika putusan institusi pengadilan negara tidak ditaati dan dihormati, lantas bagaimana orang-orang seperti ini akan mengelola negara?,” papar Slamet lagi
Sebagaimana diketahui elit PKS, Sohibul Iman cs membangkangi isi putusan pengadilan dengan tidak mau menjalankan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrach van gewisjde). Institusi pengadilan dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi telah menghukum elit PKS, Sohibul Iman cs yang salah satunya membayar ganti rugi kepada Fahri Hamzah senilai Rp.30 milyar.
Dikatakan Slamet, selanjutnya Tim Lawyer akan berkoordinasi dengan PN Jakarta selatan dalam rangka upaya paksa penyitaan yang akan segera dilakukan.
Alasan pengajuan PK yang dilakukan elit PKS Sohibul Iman cs tidak menjadi alasan penundaan pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrach van gewisjde).
Pasal 66 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 (“UUMA”), ditentukan bahwa permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.