Pertambahan unsur pimpinan MPR RI menjadi sepuluh dari lima orang pada periode lalu, tentu sudah pasti memberikan harapan besar bagi rakyat Indonesia, agar Lembaga Tinggi Negara tersebut dapat dengan cepat menigkatkan kinerjanya dalam menyelesaikan persoaan kebangsaan.
Dalam kaitan itu Lembaga Perwakilan Daerah yang merupakan Lembaga Tinggi Negara baru, punya kepentinan besar, Karena itu salah seoang anggota MPR dari unsur DPD Abdul Khalik, mendorong MPR RI segera menyelesaikan beberapa tugas utama yang selama ini masih belum tuntas.
Melalui siaran persnya yang diterima media, Abdul Khalik mengataka, “Ada tiga tugas utama MPR terdahulu belum tercapai yaitu masalah sistem ketatanegaraan yang di dalamnya ada kebutuhan mengamandeman UUD untuk bisa mendorong sinergitas dan efektivitas lembaga negara.”
Menurut lulusan FH Unsoed Purwokerto ini, untuk mewujudkan MPR sebagai rumah kebangsaan, pertama, dituntut menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan. Berkaca pada hasil rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019, menurut Kholik, substansinya masih sama.
Pekerjaan rumah (PR) kedua, MPR harus bisa memfungsikan kembali Garis Garias Besar Haluan Negara (GBHN) dan ketiga, memperkuat status hukum terkait ketetapan MPR. ”Tiga hal ini hampir dua periode diperjuangkan, , tapi belum ada hasil yang cukup signifikan.
Abdul Kholik yang juga tercatat sebagai Pimpinan Kelompok DPD di MPR RI ini menjelaskan, ada fakta yuridis amandemen revisi UU MD3 yang melahirkan kepemimpinan MPR dengan jumlah yang lebih banyak sehingga menuntut kinerja yang lebih optimal.
Selain itu, saat ini ada alat kelengkapan MPR yakni Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Konstitusi. ”Sebenarnya, kalau mengacu Pasal 5 UU MD3 tentang tugas MPR melakukan kajian konsitusi dan kenegaraan, mestinya lembaga ini dijadikan alat kelengkapan mandiri masing-masing.”
Badan Pengkajian
Menurut Abdul Kholik yang meraih Gelar Doktor pada Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) tahun ini, Badan Pengkajian diharapkan bisa menjadi dua yaitu, pertama, Badan Pengkajian Ketatanegaraan dan kedua Badan Pengkajian Konstitusi.
“Masing-masing terbugas melakukan kajian dan upaya penyempurnaan sistem ketatanegaraan serta melakukan kajian terhadap norma konstitusi dan turunannya dalam UU dan peraturan berikutnya, serta input balik dari turunan konstitusi. Termasuk kebutuhan amandemen konstitusi.”
Dengan penguatan ini lanjut senator dari daerah pemilihan Jawa Tengah itu, kemungkinan akan lebih mendorong kinerja MPR. Rekomendasi bisa lebih dioptimalkan sekaligus juga pimpinan MPR lebih memiliki alur tupoksi yang lebih jelas, karena alat kelengkapannya menyesuaikan.
“Jadi, tegas dia lagi, alat kelengkapan MPR harus direstrukturisasi. Ini hal baru,” papar Kholik, peraih suara terbanyak ketujuh nasional Anggota DPD RI.
Untuk diketahui, respon Abdul halik ini merupakan reaksi cepat atas sikap
Ketua MPR Bambang Soesatyo yang langsung membentuk badan dan komite kelengkapan MPR RI sesaat setelah dinyatakan terpilih dalam sidang paripurna.
Dalam pidato perdananya sebagai Ketua MPR, Bambang Soesatyo menawarkan pembentukan empat kelengkapan kepada seluruh anggota MPR dan langsung disetujui yakni Badan Sosialisasi, Badan Pengkajian, Badan Penganggaran, dan Komisi Kajian Ketatanegaraan.