Salah satu media memberitakan mengenai pendapat warga yang menyebutkan pengeboran panas bumi memicu gempa Ambon dan sekitarnya beberapa waktu lalu. Media tersebut mengutip salah satu opini warga Suli, Kabupaten Maluku Tengah pada hari ini, Selasa (29/10).
Disebutkan oleh media massa tersebut bahwa Warga Suli, Tulehu dan Liang, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), menduga aktivitas pengeboran energi panas bumi, yang dilakukan sejak 2010, di wilayah mereka merupakan salah satu faktor pemicu gempa bumi yang dialami warga, mulai dari Kota Ambon, hingga Pulau Seram.
Menanggapi opini di atas, Kepala Sub Direktorat Peringatan Dini BNPB Abdul Muhari menyampaikan bahwa aktivitas gempa merupakan aktivitas dari bidang patahan. Analoginya jika beberapa meja disusun saling bersinggungan, ketika satu sisi meja didorong maka seluruh meja akan bergerak. Bidang gempa adalah sisi meja, sedangkan episenter adalah titik awal mendorong meja.
“Pergerakan dari bidang gempa ini dipengaruhi oleh tekanan atau regangan bidang-bidang yang saling bersinggungan, bukan faktor eksternal yang bersifat lokal seperti aktivitas pengeboran” kata Muhari melalui pesan digital pada hari ini, Selasa (29/10).
Muhari menambahkan bahwa sejauh ini, belum ada kajian yang memperlihatkan ada efek dari kegiatan pengeboran dalam memicu kejadian gempa bumi.
Ia menekankan bahwa kejadian gempa Ambon adalah murni fenomena sesar aktif, bukan faktor lain. Untuk itu BNPB saat ini bekerja sama dengan ITB dan BMKG memasang 11 seismograf untuk melakukan pemantauan dan penelitian di wilayah Ambon dan sekitarnya.
Muhari menyampaikan bahwa pemantauan dan penelitian tersebut bertujuan untuk dapat memetakan dengan lebih detail karakteristik sesar aktif di Ambon agar mitigasi ke depan lebih terarah dan terukur.
Sementara Data Pos Komando Penanganan Darurat Bencana Gempa Maluku per 27 Oktober 2019 mencatat korban meninggal 41 jiwa, luka ringan 226, luka berat dua dan mengungsi 103.301 orang.
Selain dampak korban, gempa juga menyebabkan kerusakan dengan total rumah rusak berjumlah 12.137 unit dengan rincian rumah rusak berat (RB) 2.712 unit, rusak sedang (RS) 3.317 unit dan rusak ringan (RR) 6.108 unit, serta kerusakan fasilitas umum dan sosial sebanyak 730 unit.
Perkiraan kerugian mencapai sebesar Rp170 milyar untuk sektor perumahan dan Rp376 milyar untuk merusakan fasum dan fasos.
BMKG mencatat gempa susulan per 27 Oktober 2019, pukul 22.00 WIT mencapai 1.897 kali dengan gempa yang dirasakan 214 kali. Berdasarkan informasi Posko, gempa susulan yang cukup besar terjadi pada 10 Oktober 2019 dengan M 5,2 dan berpusat pada 16 km kea rah timur laut Kota Ambon. Kedalaman gempa tersebut berada pada 10 km.
Gempa utama terjadi pada 26 September 2019 pada pukul 08.46 WIT dengan M 6,5 dan berkedalaman 10 km. Pusat gempa berada pada 42 km timur laut Kota Ambon.