Cakraline.com. Akrom (30) tertunduk lesu disudut gang sempit disamping rumahnya di Jalan Koramil, Tanah Merah, Jakarta Utara. Dia hanya bisa meratapi rumah yang telah hancur. Beberapa tetangga mencoba mengodanya mengajak bercanda dia hanya tersenyum.

Sorot mata Akrom terpaku memandang puing reruntuhan rumahnya akibat kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Koja Jakarta Utara 3 Maret lalu. Akrom berusaha tabah, sabar dan tegar namun hatinya penuh duka. Tak satu barang-barang milik keluarga yang bisa diselamatkan. ”Ini ujian buat saya, ibu dan keluarga,.” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Akrom yang sehari-hari berjualan barang-barang bekas kendaraan bermotor di pasar Tugu, Koja Jakarta Utara, hanya berusaha pasrah ketika melihat rumahnya kini sudah jadi abu.”Nggak satupun yang bisa selamatkan. Nggak apa-apa harta masih bisa dicari,” tuturnya.
Didalam rumah terlihat puluhan knalpot motor hangus terbakar. “Ini stok dagangan habis semua,” katanya. Dia kemudian masuk kedalam mencari sesuatu yang mungkin diselamatkan.“Habis semua. Hanya baju yang dibadan doang,” ujarnya.
Motor yang bisa digunakan untuk kerja diterlihat rusak cukup parah di dalam gang. ”Itu motor saya, rusak juga,” jelasnya.
Walaupun harta bendanya telah habis Akrom bersyukurnya ibundanya Sumarni (65) dan dua orang keponakannya yang masik kecil-kecil berhasil dia selamatkan. ”Alhamdulillah ibu dan ponakan saya selamat,” ucapnya.
Rumah Akrom berjarak sekitar 100 meter dari diding tembok Depo Pertamina yang menjadi titik kebakaran. Dengan mata berkaca-kaca dia bercerita bagaimana menyelamatkan ibunya yang sedang sakit tidak bisa berjalan.
Akrom pulang kerja selepas magrib. Dirumah hanya ada empat orang. Ibunya sedang istrihat dilantai dibawah, sedang dua ponakanya sedang tidur-tiduran disamping neneknya. Dia naik ke lantai atas untuk istirahat. Baru saja selesai cuci tangan, dia melihat percikkan api dari dalam Depo.
”Pertama terdengar suara petir, yang terakhir paling keras. Saya selesai cuci kaki, mau istirahat dita, tiba-tiba saya lhat ad apercikan api dan kumpalan asap tebal dari balik tembok Depo. Dari atas terlihat jelas,”ucapnya.
Api yang bersumber dari pipa bensin di kompleks tersebut membumbung tinggi hingga menimbulkan asap tebal. Dia mencium aroma bensin. Melihat asap tebal dia panik dan berlari turun kelantai bawah. ”Saya merasakan asep beracun, ada bau bensin,” terangnya.
Dilantai bawah dia melihat ibunya sedang duduk dikursi, seperinya belum menyadari ada kebakaran. Sebelum api dan asep tebal lebih banyak dia mengajak ibunya untuk menyelamatkan diri. Ibu saya gendong. Dua ponakanya yang sedang tidur dibangun. ”Bau asapnya bikin pusing saya takut keracunan,” katanya.
Tanpa menunggu waktu lama Akrom mengendong ibunya. ”Saya gendong ibu, ponakan saya suruh jalan didepan,” katanya.
Dia memilih keluar lewat pintu samping. Kalau melewati pintu depan takut akan diterjang asap panas. Dari gang sempit di kegepalan malam itu dia berlari menyelamatkan diri. Yang membuat hatinya miris, di ujung gang, disamping rumahnya dia melihat enam warga jatuh dan berhimpitan saat ingin menyelamatkan diri. ”Disini dua orang. Disana empat orang,” bebernya.
Malam itu Akrom bersama keluarga mengungsi sejauh dua kilometer. ”Nggak kepikiran yang lain, selamat ibu dan dua ponakan dulu,” ujarnya. Dia bersyukur selamat, sebab seelum sampai ditempat pengungsian dia mendengar suara ledakan beberapa kali dari dalam area Depo.
Berlari dikegelapan malam itu sambil mengendong ibu kandung dan membimbing dua ponakannya bukanlah dirasakan sesuatu yang mudah. ”Banyak orang jatuh dijalan. Ponakan saya bilang, nggak boleh lepas badan saya, tetap pegangan,” ucapnya.
Akrom baru kembali meliaht rumah pukul 09 pagi, saat apogi sudah benar-benar padam. Rumahnya maupun rumah warga telah hancur. ”Sedih, pilu, mau bagaimana lagi. Syukuri saja keluarga selamat,” tutupnya.