Cakraline.com. Berawal putrinya penderita celebral palsy, Erlina Sri Wahani bersama suaminya Serka (TNI) Darmawanto mendirikan Yayasan Rumah Ramah Anak Berkebutuhan Khusus (RRBK) di Simalungun, Sumatera Utara, sejak 2015.
Erlina menceritakan perjalanan panjang kegiatanyan sehingga mendapat apresiasi dari masyarakat. “Awalnya kegiatan dilakukan dirumah dinas, di ikuti oleh 5 orang ibu-ibu yang punya pengalaman yang sama,” katanya
Semua berawal ketika Erlina membentuk komunitas ibu-ibu yang memiliki anak disabilitas agar bisa saling mendukung dan tidak merasa sendirian. Kegiatan tersebut dilakukan terus menerus secara mandiri.
Berjalan waktu anggota komunitas terus bertambah. Rumah dinas yang kecil tak cukup menampung anak-anak jika berkumpul. Erlina kemudian mengajak warga komplek untuk membantu. Dari satu rumah hingga menjadi tiga rumah. “ Kita kumpul melakukan kegiatan diberanda rumah,”ujarnya.
Aktivitas itu mengundang perhatian pejabat daerah, Erlina disarankan untuk mendirikan Yayasan agar semua kegiatan bisa terkordinasi. Kini semua kegiatan Yayasan mengunakan sebuah gedung Puskesmas yang tak terpakai untuk menampung sekitar 465 anak dari berbahai daerah di Sumatara Utara, sehingga anak-anak merasa nyaman. “ Rumah saya nggak bisa menampung, dapat pinjaman gedung ini. Disini kami berkegiatan,” ucap Erlina.
Sebagai pengiat sosial Erlina telah melakukan banyak hal sepanjang hidupnya, mengatasi kesulitan orangtua dari anak penyandang disabilitas beragam cara. Intinya Erlina ingin mengedukasi perempuan dikampungnya agar selalu merasa bersyukur dari takdir tak memiliki anak yang sempurna.
Erlina bersyukur semakin hari semakin banyak orangtua yang tertarik bergabung. Dia merasa bahagia perjuangan panjang selama ini akhirnya membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Dia juga puas karena ada orangtua yang selama ini menutup diri kini sudah mulai terbuka.
Mereka tak lagi merasa malu memiliki anak-anak yang disebutnya sebagai anak yang istimewa. Orangtua yang tadi menutup diri kini sudah berani bersikap terbuka. Erlina pun mengaku, kini dia tak lagi merasa sendiri memperjuangkan hak-ahak anak berkebutuhan khusus.
“ Berjuang tak lagi sendiri, terlalu banyak hak anak ini belum tercapai mulai dari kesehatan, sampainya sulitnya pendidikan. Seorang ibu tentu akan memberikan yang terbaik, kami bersama-sama memperjuangkan,” katanya.
Hingga kini di daerahnya belum ada sekolah untuk anak-anak berkebutuhan. “ Adanya SLB yang sudah mandiri, untuk anak-anak disabilitas belum ada. Padahal ini mendesak banyak anak-anak yang dilatih berjalan atau bisa duduk. Kami juga butuh guru,” pintanya.
Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian yang lebih. Meski dengan peralatan serba terbatas Erlina senang anak-anak bisa memperoleh latihan. Selain itu mereka juga menerima santunan setiap bulan, seperti, beras, susu pampers, makanan ringan maupun vitamin.
Erlina juga bekerja sama dengan sejumlah volunteer membantu mengkampanyekan perjuangannya. “ Butuh waktu 15 tahun akhirnya bisa seperti sekarang,” katanya.
Untuk mengecek kesehatan anak-anak ada kendala terbatasnya tenaga dokter. “ Kami perlu banyak dokter setiap ada kegiatan. Selama ini hanya mengandalkan dokter yang merawat Najwa, dibantu dibantu kuliah,” keluhnya.
Dikatakan Erlina, alat-alat yang digunakan anak-anak latihan cukup memadia meski belum lengkap. Dia juga mengeluhkan terbatas tenaga fisioterapi. Sehingga anak-anak harus antri cukup lama. “ Yang lumpuh motoriknya ruang gerak terbatas, kita perlu ahli terapi. Kadang menunggu sampai sore, mereka bosan duluam,” katanya.
Namun Erlina dan suaminya tak kehilangan ide, dia kemudian menjalin kerjasama dengan tukang pijat tradisional. Terapi pijat dilakukan seminggu dua kali agar otot anak lebih lentur.
Anak-anak ini lumpuh motoriknya ruang gerak terbatas, kita perlu fisioterapi untuk melenturkan otot mereka Terapi maupun pijat tradisional dilakukan secara gratis. “ Sangat membantu melemas otot yang kaku, anak jadi lebih tenang. Kalau memanggil terapi kerumah satu kali kunjungan Rp. 150, berat juga. SDM kami sedikit,” bebernya.