Kabar gembira untuk dunia wisata Indonesia. Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara timur (NTT) tidak jadi ditutup. Juga tidak akan ada relokasi penduduk. Melaikan kawasan wisata tingkat dunia tersebut akan ditata secara bersama-sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemda Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Tidak ada penutupan dan relokasi penduduk. Melainkan akan ditata dalam kewenangan konkuren, antara pemerintah/KLHK bersama Pemda NTT. Tujuannya, untuk kepastian usaha, livelihood masyarakat, konservasi satwa komodo, world class wisata serta investasi,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya di Jakarta, Senin (30/09/2019).
Siti Nurbaya menjelaskan, keputusan tersebut diperoleh dalam rapat kordinasi (Rakor) tingkat menteri dan Gubernur NTT yang dipimpin Menkomaritim Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (30/09/2019). Rakor dihadiri Menpar Arief Yahya, Menteri LHK Siti Nurbaya dan Gubernur NTT Victor B Laiskodat.
Dijelaskan Siti, Rakor juga membahas berbagai kekurangan dalam hal sarana dan prasarana yang menjadi perhatian untuk pengembangan, seperti kapasitas ranger, sarana patroli, guide tour terlatih, amenities toilet, dermaga dan lain-lain. “Semua membutuhkan peningkatan dan penyempurnaan untuk standard wisata internasional,” kata dia.
Lebih lanjut dikemukakan, kewenangan bersama itu mencakup pembenahan spot-spot wisata, dukungan manajemen, promosi, guide, ranger, patroli dan floating ranger station serta pusat riset komodo. Paralel dengan, itu investasi juga dapat dilakukan antara pengelola dengan BUMD dan swasta, atau melalui perizinan swasta dan pengembangan wisata khusus konservasi dan wild adventures.
Menteri LHK menegaskan, kawasan wisata Pulau Komodo lebih baik ditata bersama dalam kewenagan bersama konkuren; dan tidak akan ada relokasi penduduk. Terkait kerangka waktu, Siti menegaskan akan segera ditetapkan keputusan untuk kokurensi. Beberapa hal sudah ada yang bisa dilaksanakan hingga akhir tahun ini dan tahun depan.
Identifikasi Masalah
Menteri LHK Siti Nurbaya lebih lanjut menjelaskan, dari hasil kerja Tim Terpadu telah dilakukan identifikasi kompleksitas permasalahan di wilayah Taman Nasional Komodo penyandang Wolrd Heritage Site tahun 1991 dan sebelumnya tahun 1977 ditetapkan sebagai cagar biosfir dunia.
Beberapa masalah tersebut meliputi persoalan distribusi pengembangan paket wisata special interests, massa tourism dan atraksi wisata yang bisa dieksplorasi seperti nite-safari, satwa kakak tua jambul kuning dan lain-lain disamping diving, snorkeling dan tracking.
Menurut Siti Nurbaya, dalam Rakor dibahas juga pengaturan regulasi ticketting dan pajak serta retribusi, dan integrasi pembiayaan atau biaya-biaya yang dipungut dari wisatawan agar menjadi terpadu dan jelas, baik di Labuan Bajo maupun di Kawasan Taman Nasional Komodo.
Mengenai satwa Komodo ungkap Siti, juga dibahas dimana secara resmi ditemukan tahun 1910 dan setelah itu terdapat beberapa penelitian di tahun 1912, 1923-1927 dan 2002- 2019. Sekarang dijumpai adanya komodo sepanjang 3,11 meter dan juga 2,5 -2,9 meter.
Jumlah populasi komodo di kawasan Taman Nasional Komodo sebanyak 2.897 ekor dan terbanyak di Pulau Komodo 1.727 ekor, lalu di Pulau Rinca 1.049 ekor. Ada juga sekitar 50-60 ekor di Pulau Gili Motang dan Nusa Kode.
Wilayah pengembangan di Pulau Komodo untuk kegiatan tercatat seluas 400 Ha dari keseluruhan wilayah satu Pulau Komodo yaitu 31.000 Ha. Terdapat pula di kawasan ini adanya desa pemukiman sejak tahun 1926 seluas 17 Ha yang dihuni oleh 507 KK. Terhadap kawasan pemukiman akan dilakukan penataan, tapi bukan relokasi atau re-settlement