Cakraline.com. Jakarta- Cukup banyak film yang mengangkat kisah-kisah yang tersembunyi dibalik peristiwa 1965. Sutradara Lola Amaria salah satunya. Film Eksil, bercerita tentang sejarah kelam Indonesia pada masa huru hara politik Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) 1965 dari sudut pandang para korban atau orang-orang asli Indonesia yang tak diakui negara hingga akhirnya memilih menetap di Rusia, Belanda, Ceko, Swedia.
“Ini film dokumenter perdana saya. Di film ini menggunakan gaya bertutur, sehingga akan lebih mudah untuk dicerna terutama oleh generasi milenial dan generasi Z. Kedua generasi ini sudah sangat berjarak dengan sejarah masa lalu, apalagi dengan disrupsi informasi yang masif sekarang ini. Kepada merekalah anak-anak muda, termasuk orangtua film ini sesungguhnya kita berikan, agar lebih tahu dengan keadaan yang sebenarnya yang dialami para Eksil,” ucap Lola Amaria di XXI Metropole, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024).
Di film tersebut, mereka hanya menceritakan apa yang dialami pada masa itu sampai terdampar di negara orang.
Lola Amaria bersama timnya melakukan riset sejak 2010 termasuk mencari data keberadaan para Eksil. Lalu menggarap langsung sejak tahun 2015. Selama tiga bulan berada di Eropa dengan berbagai negara yang dikunjungi Lola dan timnya bertemu langsung dan berbincang dengan para Eksil.
“Kita mendapatkan kendala dalam proses pembuatannya. Selain masalah dana tentunya, masalah nara sumber yang cukup sulit untuk ditemui dan mau bercerita. Karena mereka waspada sekali terhadap kita. Mereka mengira kita intel atau mata-mata, sehingga menjaga jarak dengan kita. Dan ini butuh proses untuk meyakininya,” tambah Lola.
Dalam kesempatan yang sama Sari Mochtar atau akrab dipanggil Ai selaku line produser menambahkan, bahwa untuk bisa berinteraksi dengan para narasumber itu tidak gampang, dibutuhkan trik dan kesabaran sehingga mereka percaya.
“Untuk mempercayakan mereka nggak gampang, kecurigaan itu ada. Bahkan ketika kita mengambil video mereka juga mengambil video tentang kita. Jadi untuk mensiasati kita harus membantu masak atau cuci piring agar kecurigaan itu menjadi cair.Dari situ baru mereka percaya sama kita dan bisa diwawancarai secara terbuka. ” terang Ai.
Film Eksil tak bermaksud mengangkat peristiwa G30S/PKI atau politiknya, tetapi lebih dari sisi kemanusiannya dengan melihat dan mendengar langsung apa yang dialami para Eksil selama menetap mengasingkan diri. Termasuk kerinduan dan kecintaan mereka terhadap Tanah Air.
“Film ini bukan untuk yang mengerti soal peristiwa 1965. Tapi ini untuk generasi saya dan di bawah saya yang tiap tahun dicekoki film G30S/PKI. Itu kayaknya harus tahu dari sisi sebelahnya dan ini yang bicara orangnya langsung, yang mereka yang berda di luar negri sebelum peristiwa PKI nggak boleh pulang. Mereka punya cerita yang jujur tentang itu,” jelas Lola.
Lola Amaria berhasil mewawancara 10 orang, mereka masih mengaku cinta Indonesia, meskipun beberapa dari mereka sudah beranak pinak disana. Bahkan secara jujur hati mereka tetap rindu pulang ke kampung halaman. Film ini meraih penghargaan film dokumenter terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2023.