Cakraline.com. Riski Amelia (25) tak berhenti menangis mengenang putranya Ananda Moreno yang meninggal terbakarnya Pondok Pesantren Miftahul Khoirot di desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada Senin (21/2) lalu
Dia tak henti-hentinya memeluk, mengusap peti pati berwarna putih, meski keluarga sudah berusaha untuk menguatkan. Riski sadar putranya tak akan kembali, namun perasaannya begitu terasa berat untuk bisa mengiklaskan. Dia merasa butuh waktu untuk bisa menerima takdir tersebut.
”Nggak secepat itu untuk iklas dan melupakan tragedi itu,” ungkap Riski Amelia ketika ditemui dirumahnya dusun Pulo Luntas, Desa Suka Mulya, Cilamaya Kulon, Karawang, Jawa Barat, belum lama ini.
Riski sudah berusaha untuk menerima, berusaha menenangkan diri karena menyadari bahwa peristiwa tersebut adalah sebuah musibah. ”Reno anak yang baik, mau mendengarkan kata orangtua, saya hanya bisa berdoa, dia sudah tenang,” tuturnya.
Riski juga belum mau membuka dokumen foto foto mengenang masa-masa indah bersama buah hatinya tercinta. “Saya sempat membuka beberapa foto-foto Reno, rasanya lebih sakit lagi,” ucapnya Riski, menanggis.
”Nggak mimpi, nggak ada firasat apa-apa, biasa saja. Cuma sejak pagi hari aku kok merasa lemas, tulang tulang rasanya nggak ada. Saat bekerja aku juga tidak semangat. Ngak tahu siangnya dikasih kabar pondok terbakar,” jelas Riski.
Riski mengetahui pondok terbakar dari sepupunya. ”Ada sepupu kebetulan siang itu lihat FB, ada berita kebakaran. Dia kirim video singkat. Dia bilang, itu tempat Reno kebakaran. Aku tanya, terus Renonya gimana ? Aku minta sepupu melihat langsung ke pondok dan cari tahu tentang Reno,” kata Riski.
Mendengar kabar itu Riski minta izin pulang kampung. Rizki begitu shock ketika mengetahui Reno salah satu korban. ”Aku kirain hanya kebarakan biasa, tidak sampai ada meninggal, ( Riski tak kuasa menahan menanggis), nnggak taunya anak aku juga jadi korban,” ucapnya berlinang air mata.
Dalam perjalanan pulang dari Tanggerang menuju Karawang, selama tiga jam lebih Riski mengaku merasa gelisah, cemas dan deg-degan. Sambil berusaha agar tak sampai menanggis Riski mengikuti perkembangan lewat grup WhattApps keluarga dan teman-teman. Dari sejumlah video yang beredar dia merasa gelisah melihat gumpalan asap tebal dari kamar yang ditampati putranya.
”Rasanya kepengen cepat sampai rumah. Saya juga tak sabar mendengar kabar Reno, rasanya hari itu lama sekali, “ tutur Riski saat wawancara didampingi keluarga dan tetangga rumahnya.
Dalam perjalanan pulang itu Riski sempat menghubungi beberapa pengurus pesantren, tetapi tidak ada yang mengangkat telepon. ”Mungkin mereka juga sibuk,” katanya.
Saat mobil travel mengantarkannya kerumah sampai di desa Tamangung Jaya, sekitar pukul 17.20 wib, di depan pesantren dia melihat orang-orang masih ramai berkumpul. Mobil tak berhenti, Riski hanya melihat suasana diluar pesantren dari balik kaca.
Melihat kondisi pesantren dia tak terlalu khawatir, dia juga berpikir putra semata wayangnya selamat. Sebelumnya Riski sudah mendapat kabar, kalau Reno hanya mengalami luka ringan dan dirawat disebuah klinik.
Sampai dirumah Riski kaget, warga sudah banyak berkumpul didepan. Ada tenda lengkap kursi plastik. Jantungnyaberdetak kencang. Keluarga berusaha menenangkan, semua sama-sama menunggu kabar apa yang terjadi pada Reno.
Namun sebagai ibu nalurinya mengatakan bahwa Reno menjadi satu korban meninggal dunia. ”Sebenarnya saat melihat video itu pikiran aku sudah nggak bagus lagi, karena aku yakin itu kamar ditempati Reno. Aku tahu kamar itu. Aku panik saat tahu dari daftar nama yang meninggal ada nama Reno juga,” ujar Riski berurai air mata.
Simpang siur kabarnya Reno membuat Riski tambah cemas. Sejak siang keluarga terus mencari ke setiap klinik, ada kabar yang beredar bahwa Reno selamat hanya mengalami luka di kaki. ”Dicari kemana-mana nggak ada kabar,” katanya.
Pukul 22.00 wib, keluarga baru mendapatkan kepastian dari pesantren bahwa Reno salah satu korban yang meninggal dan jenazahnya sudah dibawa ke Rumah Sakit Umum Karawang. ”Dada aku sesak sekali, dapat kabar dari Pondok kalau Reno sudah ada RUSD. Keluarga dan bapaknya Reno langsung kesana,” jelas Riski.
”Aku telpon bapaknya, dia sedang mengurus di rumah sakit, tapi nggak sempat lihat jenazah anaknya, nggak kuat dan tega dia. Disana juga ada kakak dan saudara aku,” sambungnya.
Riski menikah dalam usia mudah dengan Irwan. Pernikahan mereka hanya bertahan beberapa tahun. Tahun 2015 Riski-Irawan bercerai, saat Reno berusia 2 tahun 5 bulan. Pasca bercerai Riski memilih bekerja di Qatar selama 2 tahun. Habis kontrak Riski pulang kampung. Satu bulan kemudian dia kembali mendapat pekerjaan di Singapore, selama 3 tahun. Saat ini Riski bekerja di Tangerang.
5 bulan Mondok
Tahun pertama bercerai Reno diasuh oleh ibu mertuanya. Tahun kedua Riski mengambil Reno dan dititipkan pada kakak perempuannya Endang. ”Satu tahun diasuh neneknya yang disana (ibu mertua), terus adiambil dibawa kesini. Intinya aku cari uang, Reno diasuh kakak, “ ujarnya.
Risky sangat menyadari kekurangannya namun berusaha memberikan yang terbaik untuk putranya. ”Aku jarang bersama Reno, paling hanya video call saja, aku cari duit,” katanya.
Sebelum mondok Reno belajar di sekolah dasar dikampungnya. Namun sejak Oktober 2021, Reno masuk pesantren. “Dia sudah lama ingin mondok, aku bilang nanti saja karena masih kecil. Nanti tunggu keluar SD,” ujar.
Diceritakan Riski sebagai anak-anak Riski berantem dengan teman sekolahnya, orangtuanya nggak terima, menolak berdamai. Riski menceritakan Reno tak terima ketika dirinya diolok-olok oleh temannya. “ Dia nggak terima, dia sakit hati. Dia berantem,” ujarnya.
Agar tak terjadi sesuatu yang lebih merepotkan keluarga, sejak itu Riski memutuskan Reno masuk pesantran Miftahul Khoirot. ”Dia masuk kelas empat,” katanya.
Harapan Riski agar Reno kelak akan menjadi seorang anak yang hafiz Al-Qur’an pun kandas. ”Aku pengen dia bisa pintar ngaji, sholat, bisa menyenangkan orangtua nanti. Tapi kalau akhirnya begini mau bagaimana lagi,” tuturnya.
Tanggis Riski kembali pecah saat menceritakan perasaan kecewanya karena tak bisa merayakan ulang tahun Reno ke 10 pada 6 Februai lalu. Ulangtahun hanya dirayakan melalui video call. Riski tak izin untuk pulang. ”Hanya tiup lilin melalui video call,” sesalnya.
Membesarkan Reno sendiri diakui Riski cukup berat. ”Aku yang cari duit kakak yang urusin, kalau yang urusin aku siapa yang nyari duit,”ujarnya.
Masih tergiang dalam pikiran Riski Sabtu siang melalui pengurus pondok Reno tiba-tiba menelponnya. ”Bun, Reno minta dibelikan sepatu. Kenapa sepatunya, itu kan baru ? Habis dicuci warnanya luntur. Ternyata dia mencuci pakai bayclin (pemutih). Ya udah nanti bunda kirim uang,”
Sabtu sore Reno pulang kerumah. Minggu siang Endah mendampingi Reno membeli sepatu disebuah toko. Sekitar pukul 16.00 wib, Endah mengantarkan Reno kembali ke pondok. Namun sore itu Reno ingin ditemani oleh tantenya sampai selesai mengaji. Reno tak mengizinkan Endah pulang. Endah baru meninggalkan pesantren menjelang sholat magrib.
”Kalau aku tahu hari Senin akan kejadian seperti ini, hari Minggu aku tidak antarkan Reno ke pondok,” ucapnya.
Sambil menundukkan wajah dan mengusap air mata Riski mengatakan, ”Dia satu-satunya darah daging sendiri,” katanya.
Diakui Riski ada perasaan menyesal karena tak selalu bisa bersama dengan buah hatinya. ”Ada rasa menyesal juga, kalau aku tahu begini, pas dia ulangtahun bagaimanapun juga aku pulang dong,” katanya.
Riski mengaku walaupun jarang bersama Riski hubungannya sangat dekat. ”10 tahun aku merasakan singkat banget kan aku nggak ada disisi dia. Kurang merawat dia, aku sibuk cari duit, “katanya.
Riski kini berusaha untuk mengiklaskan. ”Reno adalah semangat aku, dia anak satu-satunya, kini nggak ada lagi. Aku nyari duit buat dia sedangkan dia ninggalin aku,” ucap Riski kembali menanggis.