Cakraline.com. Riau – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar bersama Gubernur Riau Drs Syamsuar dan Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setia Efendi melakukan pembahasan antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menurut perkiraan BMGK puncaknya sekitar Agustus mendatang.
“Dalam pertemuan itu, kami juga membahas peningkatan partisipasi Masyarakat Peduli Api (MPA) melalui pendekatan kesadaran hukum kepada masyarakat. Ini penting sebagai upaya pencegahan Karhutla secara permanen, sesuai arahan Presiden,” ungkap Siti Nurbaya usai pertemuan dengan Gubernur dan Kapolda Riau dalam kunjungan kerja (kunker) ke Riau, Sabtu (18/07/2020).
Dikatakan Siti, pasca karhutla 2015, berbagai langkah koreksi atau corrective action telah dilakukan. Selain dalam bentuk berbagai kebijakan krusial, peningkatan operasional kerja tim satgas karhutla, juga telah dilakukan peringatan dini antisipasi ancaman karhutla. “Karhutla 2015 memberi banyak pembelajaran bagi pemerintah untuk melakukan berbagai corrective action pengendalian karhutla hingga ke tingkat tapak,” ujar dia.
Sementara di tingkat operasional lapangan juga semakin dikuatkan kerjasama antar anggota satgas yang melibatkan Manggala Agni, Pemerintah Daerah, Polri, TNI, BNPB, MPA, Swasta, dan kelompok masyarakat lainnya. “Pasca karhutla 2015, Provinsi Riau sudah memiliki sistem dashboard pemantau karhutla yang baik. Sehingga mampu berjalan bersama Manggala Agni, BPBD dan instansi terkait lainnya untuk melakukan pengendalian Karhutla,” terang Siti.
“Dari perjalanan panjang Karhutla 10-13 tahun, Riau punya kekhususan. Istilah saya ada fase kritis pertama sejak Maret- Mei. Maka fase kedua kita harus hati-hati mulai akhir Juni hingga akhir Oktober. Karena itu pencegahan karhutla di Riau sudah dilakukan KLHK bersama BPPT dan para mitra sejak 13 sampai 30 Mei dengan teknik modifikasi cuaca,” ujar Siti lagi.
Selanjutnya dalam waktu dekat akan dilakukan TMC oleh BNPB dan BPPT sebagai antisipasi fase kritis II karhutla yang diprediksi BMKG puncaknya terjadi pada bulan Agustus nanti. Menteri Siti juga mengatakan, pengendalian Karhutla tidak terlepas dari tatakelola gambut dan pertanian dengan sistem kearifan lokal.
“Tadi saya juga minta pendalaman Kapolda, bagaimana kondisi Babinsa, Babinkamtibmas, bagaimana konflik yang terjadi bisa diatasi. Ini semua kami bahas,” kata Siti.
Perhatian Khusus Presiden Jokowi
Provinsi Riau dikatakannya mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo. Bahkan kunjungan kerja pertama dilakukan saat datang ke Meranti tahun 2014. Ketika terjadi karhutla di 2015, berbagai persoalan di Riau memberikan contoh pembelajaran yang sangat penting bagi penyelesaian masalah karhutla di Indonesia.
“Kita mendapatkan solusi dari perjalanan rumit karhutla di Riau. Kita banyak belajar di kejadian 2015, dan akan terus kita tingkatkan lebih baik lagi ke depan,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan perihal penegakan hukum, Siti menegaskan, itu sudah dilakukan sejak tahun 2015 dengan terbentuknya Ditjen Penegakan Hukum. Sinergisitas dengan lembaga penegak hukum lainnya terus dilakukan. Yang penting penegakan hukum diterapkan baik administratif, pidana ataupun perdata. Tujuannya memaksa perusahaan mengikuti standar yang diterapkan,” katanya.
“Sejak adanya penguatan sanksi hukum, perusahaan wajib memiliki secara lengkap sarana dan prasarana, ahli lingkungan, bahkan tenaga teknis untuk karhutla. Artinya, perusahaan berinvestasi cukup besar. Karenanya tidak semua sanksi harus dalam bentuk pencabutan izin. Perusahaan terlibat Karhutla, pasti diberikan sanksi, baik administratif, pidana ataupun perdata,” tegas Siti.